Sensor oksigen merupakan komponen penting pada sistem mesin kendaraan yang berfungsi untuk memantau kadar oksigen dalam gas buang. Keberadaan sensor ini tidak hanya penting untuk efisiensi bahan bakar kendaraan, tetapi juga sangat berpengaruh terhadap kinerja mesin serta dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kendaraan.
Sensor oksigen berfungsi untuk mengukur kadar oksigen dalam gas buang yang dihasilkan oleh mesin. Hasil pengukuran tersebut kemudian diteruskan ke sistem kontrol elektronik mesin (ECU). ECU menggunakan informasi ini untuk mengatur campuran udara dan bahan bakar yang optimal, yang berdampak langsung pada performa mesin dan efisiensi bahan bakar.
Dengan mengetahui kadar oksigen, ECU dapat memastikan pembakaran yang efisien, membantu kendaraan mencapai performa optimal, serta mengurangi emisi gas buang yang berbahaya bagi lingkungan.
Dampak Kerusakan Sensor Oksigen

Menurut Diko Oktaviano, Aftermarket Technical Support PT Niterra Mobility Indonesia, ketika mesin beroperasi, gas buang yang mengandung oksigen mengalir melalui sensor. Jika kadar oksigen terlalu tinggi atau rendah, ECU akan menyesuaikan rasio bahan bakar agar pembakaran menjadi lebih efisien dan mesin dapat beroperasi dengan baik.
Jika sensor oksigen mengalami kerusakan atau berfungsi tidak semestinya, dapat menyebabkan beberapa masalah serius pada kendaraan, seperti Konsumsi Bahan Bakar Meningkat. Tanpa informasi yang akurat, ECU mungkin mengatur campuran bahan bakar terlalu kaya atau terlalu miskin, yang menyebabkan pemborosan bahan bakar.
Emisi Gas Buang Meningkat. Sensor oksigen yang rusak dapat menyebabkan pembakaran yang tidak sempurna, menghasilkan lebih banyak emisi gas berbahaya, dan berisiko tidak lulus uji emisi.
Penurunan Performa Mesin. Kerusakan sensor dapat membuat mesin kehilangan tenaga, respons mesin menjadi lambat, dan penurunan efisiensi keseluruhan.
“Kemudian ada kerusakan komponen lainnya. Jika pembakaran tidak efisien, bisa menyebabkan kerusakan pada komponen mesin lainnya, seperti katup, piston, dan catalytic converter,” jelasnya.
Beberapa tanda umum bahwa sensor oksigen mengalami kerusakan antara lain: lampu indikator check engine menyala pada dashboard, mesin kendaraan cenderung bergetar atau tidak berjalan mulus, dan penurunan kinerja bahan bakar dan mesin secara signifikan.
“Selain itu kendaraan mengeluarkan asap tebal atau emisi yang berlebihan dan sulit untuk mencapai akselerasi yang normal,” terangnya.
Posisi dan Jenis Sensor Oksigen

Pada umumnya, kendaraan dilengkapi dengan dua sensor oksigen: Pertama Sensor Pre-Catalytic Converter. Terletak sebelum catalytic converter, berfungsi untuk mengukur kadar oksigen yang keluar dari mesin sebelum gas masuk ke catalytic converter untuk dibersihkan.
Kedua aalah Sensor Post-Catalytic Converter. Komponen ini terletak setelah catalytic converter, bertugas memantau apakah catalytic converter berfungsi dengan baik.
Sensor-sensor ini biasanya terletak di dekat pipa exhaust, baik sebelum atau setelah catalytic converter, tergantung pada jenis kendaraan.
Cara Merawat Sensor Oksigen

Merawat sensor oksigen secara rutin adalah kunci untuk menjaga performa kendaraan dan meminimalkan dampak lingkungan. Berikut beberapa langkah perawatan yang dapat dilakukan:
– Rutin memeriksa sensor oksigen setiap 30.000 – 50.000 km atau sesuai rekomendasi pabrikan.
– Menggunakan bahan bakar berkualitas untuk mengurangi penumpukan karbon pada sensor.
– Memastikan sistem pembuangan gas tidak mengalami kebocoran.
– Melakukan servis rutin di bengkel terpercaya untuk mendeteksi potensi kerusakan lebih dini.
Dengan perawatan yang tepat, sensor oksigen dapat berfungsi optimal, meningkatkan efisiensi bahan bakar, mengurangi emisi, dan memperpanjang umur mesin kendaraan.
